Oleh: Sefnat Tagaka. [Pemuda Desa Lalubi Kecamatan Gane Timur Kabupaten Halmahera Selatan]
Apa Itu Hoax?
Hoax dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di artikan sebagai berita bohong atau berita yang tidak benar.
Menurut Silverman (2015), berita hoax sebagai rangkaian informasi yang sengaja di sesatkan, tetapi di “jual” untuk kebenaran.
Hal yang sama di sampaikan oleh Werme (2016) mendefenisikan hoax sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang dengan sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu.
Maka dengan demikian berita “hoax” dapat di simpulkan sebagai berita yang tidak memiliki nilai kebenaran (nonfaktual), yang dapat menyesatkan pemahaman orang lain yang mengonsumsinya.
Historis Hoax
Meski kata “hoax” baru-baru saja populer di kalangan milenial, akan tetapi kata ini sudah mengalami sejarah panjang.
Karna itu pada bagian ini, penulis ingin menguraikan dua sejarah panjang kata “hoax”
Pertama yang dicatat pada 1661. Kasus tersebut adalah soal Drummer of Tedworth, yang berkisah soal John Mompesson -seorang tuan tanah- yang dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya. Ia mendapat nasib tersebut setelah ia menuntut William Drury – seorang drummer band gipsy- dan berhasil memenangkan perkara. Mompesson menuduh Drury melakukan guna-guna terhadap rumahnya karena dendam akibat kekalahannya di pengadilan. Singkat cerita, seorang penulis bernama Glanvill mendengar kisah tersebut. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama. Ia kemudian menceritakannya ke dalam tiga buku cerita yang diakunya berasal dari kisah nyata. Kehebohan dan keseraman local horror story tersebut berhasil menaikkan penjualan buku Glancill. Namun, pada buku ketiga Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik dan apa yang ceritakan adalah bohong belaka.
Ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya. Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya. Meski begitu, ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi medis apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania Gazette yang membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut. Hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.
Kata “hoax” yang sudah mengalami sejarah panjang itu, menurut penulis masih punya pengaruh besar untuk memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat, lebih khusus di Halmahera Selatan yang akan menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Apa Bahaya Hoax, Menjelang Pilkada 2020 di Halsel?
Penyebaran berita bohong, fitnah atau biasa disebut hoax di tahun politik seperti saat ini, semakin menunjukkan pengaruh dan efek yang negatif bagi persatuan dan kesatuan masyarakat. Terlebih lagi, berita bohong atau fitnah yang menyebar, telah dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu dari pihak yang menghendaki kerusakan dalam hidup bermasyarakat.
Beredarnya berita bohong, palsu, fitnah atau hoax, yang menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat, telah dianggap sebagai informasi atau berita yang benar akibat masifnya berita hoaks itu. Sementara, masyarakat juga tidak memiliki pengetahuan dan sumber yang cukup, untuk membedakan informasi atau berita yang di perolehnya benar atau salah.
Jika Begitu, Apa Solusinya?
Pemuda sebagai kaum milenial, harus mengambil peran untuk menangkal atau menepis berita-berita bohong atau hoax itu.
Karna sesungguhnya, suka atau tidak suka, pemuda di harapkan untuk menjadi pemikir handal untuk mengembalikan wajah demokrasi kita di Halsel. Pemuda harus memberikan pemahaman-pemahaman baik kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak mudah mengkonsumsi berita hoax.
Karna itu melalui catatan ini, penulis berharap agar pemuda tidak terlibat dalam mengkonsumsi berita hoax, melainkan menjadi penangkal hoax yang beredar di media-media sosial dan cetak.
Komentar