Oleh: Sahib Munawar. S,Pd.I, M.Pd
Kampus merupakan salah satu lembaga atau media Pembelajaran, dimana kaum akademisi menjadi seseorang yang nantinya mampu membebaskan diri utuk lebih mempertajamkan Epstemologi yang radikal, Pendidikan menjadi penting untuk menarik animo semua kalangan dari manapun,( dari golongan kaya dan miskin). Sebab, dengan pendidikan orang dapat memahami serta merumuskan sesuatu yang ia ketahui bahkan bersentuhan langsung degan dirinya dan masyarakat. Dengan demikian tidaklah etis kalau kampus dijadikan alat ekspolitasi maka dengan sendirinya menghilangkan budayah intelektualitas dan berubah menjadi wadah untuk meraup keuntungan oleh pihak kampus. kalau sudah begini maka hilanglah Roh Fastabbikul khairatnya, Apalagi kampus swasta yang bernuansa Islam sudah barang tentu orang-orangnya memahami mana baik dan buruk, ayat dan hadits sudah tersimpan di memori kepala masa bisa lupa?.
Eksplotasi Pihak kampus terhadap mahasiswa. Sumber pendapatan terbesar kampus terletak pada mahasiswanya yang melakukan registrasi mahal , apa lagi kampus yang berstatus swasta, jadi ibarat kampus adalah sebuah pohon maka mahasiswa adalah akarnya, sumber air adalah biaya registrasi, Jadi kalau mau pohon itu dia tumbuh semakin besar dan berbuah, maka akar itu membutuhkan air yang banyak. Sudah menjadi rahasia umum kalau biaya pendidikan di kampus meroket , walaupun demikian mau tidak mau, suka tidak suka terpaksa harus menerimanya.
Dari sinilah pihak kampus mulai memaikan peranannya, sebagai distributor pendidikan dilingkugan kampus, dimana kampus dijadikan alat untuk mengekspolitasi demi kepentingannya.
Objek utamanya adalah mahasiswa yang menjadi korban dan sebagian dosen yang tidak ikut terlibat dalam pratek ini, karna Dosen ada MK ( Mata Kuliahnya di ekspolitasi) , mahasiswa yang lanjut sampai semester akhir bahkan yang sudah luluspun korban. Sehingga proses ekspolitasi ini berjalan terus tanpa lampu merah melalui regulasi yang dibuat oleh pihak kampus seakan membuat para mahasiswa merasa bahwa aturan ini harus dijalankan kalau masih mau kuliah, seolah ini adalah sebuah tekanan, kondisi seperti ini membuat mahasiswa kehilangan jati dirinya sebagai seorang intelektual yang mampu berpikir secara kritis sehingga mereka malah lebih menikmati ketertindasan dari pada bangkit untuk melawan, karna dalam pikiran mereka biaya kuliah mahal lebih baik kita cepat cepat wisudah dan setelah itu kita mencari pekerjaan, Mereka memproyeksi diri mereka untuk mendapat pekerjaan dimasa depan nanti setelah lulus kuliah, akhirnya mereka Lupa bahwa pendidikan seharusnya menjadi hak mereka malah terbalik dijadikan alat untuk mengekspolitasi.
Di kampus ada pemerannya ada yang jadi prompok dan ada yang jadi jagoan, ada yang jadi prampok tapi mengunakan stategi yang halus , yaitu:
- Mengekspolitasi biaya registrasi mahasiswa sampai wisudah.
- Proposal/Skripsi Mahasiswa dibuat oleh pihak kampus dengan syarat permahasiswa harus bayar tiga juta.
- Jadwal mata kuliah untuk sebagian dosen sudah di ekspolitasi.
- Pembohongan Pihak Kampus terhadap mahasiswa soal Ijazah dan Akriditas.
Apalagi status kampus dan jurusan yang belum terakreditasi maka rugilah mahasiswa selama kuliah empat Tahun tanpa memiliki Ijazah, dari pihak kampus dengan alasan ketika ditanya oleh mahasiswa tentang Ijazah dan akreditas bahwa Ijazah dan akreditas itu soal belakang yang terpenting wisudah dulu, apakah dengan alasan ini bisa diterimah oleh kalangan yang memliki akal sehat,? Kecuali orang yang berpikiran dungu yang bisa menerima.
Kalau kondisi kampusnya seperti ini karna gagal dikelolah oleh orang yang tidak bertanggung jawab lebih baik ditutup saja seperti nasib sebelas (11) kampus swasta di Jakarta tutup karena gagal kelolah dari pada merugikan mahasiswa dan masyarakat., apalagi minimnya mahasiswa, pengelolaanya bersifat konvesional dan sebagian dosen ada yang undur diri karna kecewa terhadap pihak kampus yang salah kelolah.
Maka oleh sebab Kampus bukan alat untuk diekspolitasi.
Labuha , Kamis, 20 Februari 2020
Komentar