oleh

Terkait Ilegal Loging di Obi, Ketua Fraksi Golkar Halsel Angkat Bicara

HALSEL, CN – Pembalakan liar Ilegal Loging serta konflik lahan area hutan kayu semakin marak terjadi di Obi Utara, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) Provinsi Maluku Utara (Malut) sudah lama terjadi, tapi sengaja di tutupi hingga kembali terjadi sekian kalinya.

Sebagaimana diketahui, pembalakan liar atau di sebut illegal logging sendiri merupakan bentuk kejahatan lingkungan yang terorganisasi, sementara Kejahatan lingkungan diatur dalam Undang-undang No 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan hukuman terberat pidana 15 (lima belas) Tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15 Milyar. 

Selain itu, Kejahatan terhadap hutan diatur diatur dalam Undang-undang RI No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Pengrusakan Hutan dan Undang-undang RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan saksi pidana minimum 5 (lima) Tahun dan denda paling sedikit Rp 1,5 Milyar.

Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Halsel Dapil Obi, yang juga Ketua Fraksi Golkar Rustam Ode Nuru pun angkat bicara bahwa pembalakan liar (ilegal logging) dan konflik batas wilayah lahan hutan sudah lama terjadi di Obi Utara serta bahkan sebagian besar Pulau obi, namun kasus itu tidak pernah di tangani sampai tuntas.

“Pembalakan ini so lama, konflik lahan masyarakat juga solama setidaknya harus ada konsensus/kesepkatan para kades di Obi utara dan mayarakt. Camat, Kapolsek segera fasilitasi tara boleh ada pembiaran. Nanti ada konflik,” kata Utam Ode kepada Wartawan cerminnusantara.co.id melalui via heandphone.

Utam Ode menyapaikan, ada 13 air kali (Sungai) yang mengalir di Pulau Bisa Obi Utara.

“Sekarang yang aktif tinggal 1 (Sungai) yaitu Kali Kokotu yang sisahnya itu tara mengalir lagi, tunggu hujan turun baru air mengalir, ini masalah serius. Jangan lagi ada penebangan baru. Kalau mau bakobong (Berkebun) masyarakat boleh manfaatkan yang sudah di rumbah/jurame jang tebang hutan lagi,” imbuhUtam Ode.

Selain itu, ia menjelaskan, Pulau Bisa itu kecil, tanaman tahunan masyarakat lebih banyak dari pada hutan yang tersisah. Itu artinya kalau hutan ketika masyarakat menetebang, maka sumber air akan hilang.

“Jadi dampaknya bukan cuman tanaman yang mati, tapi masyarakat juga ikut singsara,” katanya.

Meski begitu, Rustan Ode Nuru menambahkan, bahwa ia sebagai wakil Ketua Bamperda Perda RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dan zonasi itu sudah di buat.

“Tinggal di undangkan oleh Pemerintah, jadi saran saya seluruh Camat di Obi segera berkoordinasi deng Pemda untuk mengatur zonasi dan tata ruang di masing-masing kecamatan termasuk tapal batas, karna itu rawan konflik,” tegas Utam Ode. (Red/CN)

banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250

Komentar