HALSEL, CN – Nelayan Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut). Minta Bupati Halsel Usman Sidik, segera usut dan tangkap Kapal Nelayan yang menggunakan jaring Pukat Harimau di zona maritim laut Halsel karena sudah meresahkan Nelayan.(3/7/2021)
Jaring pukat harimau (trawl) ternyata masih beroperasi di sejumlah perairan di Indonesia. Terkhususnya di perairan Halsel, nelayan tradisional kerap kali menyaksikan maraknya pukat tarik ganda (double pair trawl) beroperasi di siang hari. Hal ini padahal Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Permen KP No 2/PERMEN-KP/2015.
Kapal Tangkap Ikan yang menggunakan jaring pukat harimau (trawl) pukat tarik ganda (double pair trawl) itu di duga kuat berasal dari Nelayan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara dan Nelayan Kota Ambon Provinsi Maluku. Diketahui telah membabi-buta di area Rumpon peairan laut Halsel yang juga turut di saksikan oleh para nelayan tradisional lokal pada siang hari telah menangkap ikan.
Menangkap ikan di area rumpon menggunakan pukat harimau, tentunya dapat merusak benih ikan, sekaligus ikan-ikan kecil makanan ikan Cakalang dan Tuna, namun tetapi ini disikat habis oleh Kapal Nelayan luar Malut dengan jaring pukat harimaunya. Sehingga membuat Ikan Cakalang dan Ikan Tuna menjadi liar serta menghilang di area Rumpon dan bahkan bisa meluas sampai seluruh perairan laut Halsel .
Kepada media ini salah satu nelayan yang enggan dipublikasi namanya menyampaikan bahwa, Rumpon yang berada di laut dalam itu, seharusnya diperuntukan untuk Nelayan Ikan Cakalang dan Nelayan Ikan Tuna dengan alat tangkap tradisional, namun telah beralih fungsi menjadi Rumpon tangkap menggunakan Alat modern jaring pukat harimau.
“kalau ada benih dan ikan kecil di area rumpon kan Ikan Cakalang dan Tuna pasti datang cari makan di sekitar area rumpon serta bermain, tapi akhir-akhir ini kapal dari luar datang bajaring pake jaring harimau jadi ikan yang torang (kami) mo mangael (mancing) lari samua” pungkasnya
Dia juga bilang sekarang semua nelayan-nelayan di Halsel sini yang menggunakan alat tangkap ikan secara tradisional mengalami kesulitan saat melakukan penangkapan ikan di rumpon, sebab sudah tidak ada lagi Ikan Cakalang dan Ikan Tuna yang bermain di area rompun, sehingga membuat pendapatan kami para Nelayan di Halsel ini menurun drastis.
Sambung dia jadi untuk itu semua kapal-kapal Nelayan yang berada diwilayah Maluku utara, seperti dari Ternate, Tidore sering juga beroperasi di sini (Halsel), termasuk Kapal Nelayan di Halsel juga. Jadi kami perkirakan ada sekitar kurang lebih 100 armada kapal baik bantuan pemerintah maupun swasta, dengan memiliki Anak Buah Kapal (ABK) kurang lebih sebanyak 20 orang yang selalu beroperasi di wilayah perairan laut Halsel.
Jika kita lihat kondisinya yang seperti ini, maka pendapatan hasil ikan kami akan menurun, dan dibalik itu juga sangat tidak mungkin jika ABK kami ini tetap menyambung hidup untuk mecukupi kebutuhan mereka dengan kondisi yang ada sekarang ini, maka sudah pasti mereka akan cari mata pencaharian lain sebagai gantinya. Dan mereka akan berhenti menjadi Nelayan kami, jadi siapa yang rugi?. Kalaupun kita lihat kondisi seperti ini berlarut-larut dan tidak di cegah oleh pihak terkait mau bagiamana nasib kami nantinya?.
“nasib kami ini bagimana kalau ABK turun semua dari Kapal, gara-gara tidak mau melaut, karena hasil pancing kami menurun, akibat kapal nelayan dari luar daerah datang di rumpon pake jaring harima, akhirnya ikan lari semua” ucap dia dengan nada kesal
Lanjut dia, Kami juga menduga masuknya Kapal ini karena adanya kongkalikong antara oknum aparat, pemilik rompun dan pemilik Kapal, sehingga Kapal itu dengan bebas masuk diwilayah Halmahera Selatan tanpa pengawasan dari pihak-pihak terkait. Kami berharap kepada Bupati Halsel agar dapat mengusut tuntas dan tangkap Kapal dari luar daerah Malut yang masuk ke perairan laut Halsel menangkap ikan dengan menggunakan jaring harimau.
“Soalnya kami heran kenapa Kapal Nelayan dari daerah luar bisa masuk ke daerah rumpon yang ada di Halsel, pakai jaring harimau dan dari pihak terkait tidak bisa mencegahnya ini ada apa aneh kan?” Tutur dia
Dalam Permen KP No 2/PERMEN-KP/2015 berisi tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan itu adalah penegasan dari UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, terutama pasal 9 ayat (1) yang menyebutkan larangan kepemilikan dan penggunaan alat tangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah Indonesia, termasuk jring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompressor.
Masuknya Nelayan modern di perairan laut Halsel yang membabi-buta dan bisa beroperasi di rumpon-rumpon secara bebas diduga kuat terstruktur secara sistematis karena adanya kong kalikong antara oknum Aparat, pemilik Rumpon dan pemilik Kapal Nelayan Modern dari Luar Malut, sehingga Kapal tersebut dengan bebas marajalela di perairan laut Halsel, dan tanpa ada pengawasan dari pihak-pihak terkait.
Informasi yang di himpun media ini bahwa Kapal Nelayan modern yang mengunakan
pukat harimau (trawl) pukat tarik ganda (double pair trawl), masuk ke wilayah toritorial maritim Halsel untuk menangkap ikan di rumpon itu diduga tidak memiliki izin SIPI dan Izin Tangkap.
Bahwa siKapal Nelayan yang melakukan penangkapan ikan tidak memiliki izin (dokumen), hal ini melanggar UU RI No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 26 ayat (1) yang berbunyi : setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengelolaan dan pemasaran ikan diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP, pasal 27 ayat (1) yang berbunyi : Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukanpenangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib memiliki SIPI dan Izin Tangkap Ikan.
Jika hal ini terbukti Pemilik Kapal Nelayan Modern yang menggunakan jaring pukat dan tidak memiliki izin dapat di jerat dengan ancaman pidana 5 tahun penjara, berdasarkan Pasal 93 Ayat 1 juncto Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. (Red/CN)
Komentar