Oleh: Asyudin La Masiha, Kader Gerakan Persatuan Mahasiswa Obi Maluku Utara (GPMO-MALUT)
Kepulauan Obi, secara keseluruhan merupakan daerah yang sempat (hangat) menjadi isu sebagai salah satu daerah yang akan dimekarkan menjadi kabupaten baru/Daerah Otonomi Baru (DOB) selain Wasilei dan beberapa daerah di Maluku Utara. Mengapa tidak, daerah yang memiliki kandungan alam yang melimpah berupa Nikel dan Emas, tentunya bisa berdikari secara ekonomi selain dari sumber daya perairan dan juga tanah yang cukup subur untuk menopang ekonomi berbasiskan pertanian sebagai ketahanan pangan. Gerakan serta dukungan untuk mewujudkan Pemekaran Kabupaten Kepulauan Obi di galang, baik itu melalui jalur Parlemen maupun jalur lain dengan mengkonsolidasikan seluruh pemegang posisi strategis (Pemerintah Kecamatan dan Desa) maupun para akademisi untuk melakukan kajian-kajian strategis. Sampai detik ini, Pemekaran Kepulauan Obi hanya menjadi angin segar dari surga, terlepas dari intrik akibat kepentingan politik. Tentunya, aspek-aspek lain tidak terlepas sebagai pertimbangan untuk pemekaran suatu daerah.
Lewat tulisan ini, terlebih dahulu saya ucapkan selamat datang kepada sembilan menteri ditambah dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia beserta rombongan sebagaimana terjadwal yang akan berkunjung di Kepulauan Obi Kabupaten Halmahera Selatan dalam waktu dekat ini. Suatu kebanggaan tersendiri selaku anak Obi, atas kesedian bapak/ibu para Mentri dan rombongan untuk menginjakkan kaki di daerah kami sekalipun itu tidak dalam waktu lama.
Sebagaimana kita ketahui bersama, kedatangan para mentri antara lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, dan Menteri Investasi Bidang Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia beserta para rombongan pada tanggal 22-23 Juni 2021 selain melakukan kunjungan kerja dan rapat koordinasi bersama Pemerintah Provinsi Maluku Utara, tujuan lain ialah untuk meresmikan Operasi Produksi Fasilitas High Pressure Acid Leach (HPAL) tahap I oleh PT. Halmahera Persada Lygend (PTHPL) di Kepulauan Obi Kabupaten Halmahera Selatan.
Bagi penulis ini adalah kesempatan emas, harapnya pemerintah pusat yang diwakili oleh para mentri beserta rombongan dapat meninjau langsung masyarakat lingkar tambang, berdialog bersama dan mendengar keluhan masyarakat. Jadi Tidak hanya datang dan meresmikan sarana prasarana perusahaan, karena berefek pada peningkatan ekonomi nasional namun mengesampingkan apa-apa tapi menjadi kebutuhan masyarakat.
Kita tahu persis, bagaimana tidak maksimalnya pemberdayaan masyarakat oleh pihak perusahaan karena tidak adanya transparansi dalam pengelolaan serta realisasi anggaran CSR atau Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) terhadap masyarakat lingkar tambang baik itu di bidang pendidikan maupun ekonomi dan lainnya. Belum lagi, seakan adanya diskriminasi atas kebijakan dalam perekrutan tenaga kerja terhadap masyarakat lingkar tambang. Padahal, menjadi keutamaan untuk mempekerjakan masyarakat sekitar sehingga mampu menekankan angka pengangguran di Obi. Namun kenyataannya terbalik, justru pihak perusahaan memilih mendatangkan tenaga kerja kasar dari luar. Kiranya, kebijakan dari pihak perusahaan yang demikian perlu dievaluasi dan teguran keras perlu diberikan kepada pihak perusahaan.
Tidak hanya itu, krisis ekologi akibat aktivitas pertambangan harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat lewat para mentri dan rombongan yang berkunjung. Mengapa tidak, lahan yang dulunya hijau kini beralih warna menjadi coklat dan gundul akibat eksplorasi dan ekploitasi dari aktivitas perusahaan, terkesan mengesampingkan pentingnya reboisasi, gerakan penghijauan di areal yang telah usai dilakukan aktivitas pertambangan.
Kekurangan air bersih, listrik yang belum memadai dan terbatasnya sarana prasarana lain menjadi problem mendasar bagi masyarakat, baik dilingkar tambang maupun keseluruhan pulai Obi tanpa terkecuali. Tidak harus memilih, Obi yang memiliki kekayaan kandungan alam melimpah mengalami keterbelakangan baik pada pembangunan maupun aspek-aspek lain. Olehnya itu, pembangunan di kepulauan Obi harus mendapat perhatian serius baik dari tingkat kabupaten, provinsi bahkan pusat.
Belum lagi, soal relokasi pemukiman warga masyarakat Kawasi akibat dari aktivitas pertambangan oleh oleh PT. Harita Nickel atas kesepakatan dengan Pemda Halsel melalui Memorandum of Understanding (MoU) pada masa kepemimpinan bapak Bupati Bahrain Kasuba pada tahun 2019 dengan luas wilayah yang disepakati sebesar 32 hektar. Bagi penulis, soal relokasi warga Kawasi setidaknya harus mendapat persetujuan warga terlebih dahulu sebelum MoU ditandatangani oleh pihak pemerintah kabupaten kala itu bersama pihak perusahaan, sebab kita belum mengetahui pasti apakah masyarakat mau atau tidak untuk dipindahkan, sekalipun proses administrasi berupa perizinan tidak bermasalah. Dengan besar harapan, kebijakan tentang relokasi warga Kawasi harus di tinjau kembali oleh pemerintah pusat lewat kunjungan para mentri dan rombongan berupa rekomendasi sampai sikap akan kesedian masyarakat untuk pindah di dapatkan. Selain dari itu semua, Pemekaran Obi sebagai aspirasi masyarakat harus diakomodir dan mendapatkan keseriusan.
Kekayaan kandungan alam yang dimiliki, hanya akan menjadi malapetaka, kerusakan bagi lingkungan dan kesehatan serta ketimpangan ekonomi masyarakat sebagai mata rantai sosial. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Obi tidak hanya menjadi lahan eksplorasi dan eksploitasi satu perusahaan saja melainkan lebih. Jumlah perusahaan yang banyak, tentunya akan berakibat fatal pada kondisi lingkungan masyarakat. Secara ekonomi memang sangatlah menguntungkan, keuangan nasional sampai ke tingkat daerah tak lepas dari kontribusi pertambangan. Tapi, bagaimana dengan lingkungan kita? Siapakah yang akan menjamin pemulihan wilayah paska dari aktivitas pertambangan? Tentunya inilah yang menjadi perhatian kita bersama, apalagi dengan luas wilayah Obi yang tidak seberapa dengan karakter daerahnya adalah kepulauan akan berakibat fatal, baik kerusakan di darat maupun di laut sebagai daerah pesisir, belum lagi polusi udara akibat cerobong asap dari mesin-mesin perusahaan pertambangan.
Bukankah ini akan berakibat buruk bagi generasi selanjutnya di beberapa puluh tahun kedepan? Olehnya itu, Formula serta kebijakan-kebijakan strategis sebagai langkah antisipasi sangat diharapkan. Dengan menjadikan Obi sebagai wilayah/kawasan industri nasional, Obi harus mendapatkan perhatian serius. Tidak hanya pada kepentingan ekonomi karena aktivitas pertambangan, masyarakat harus mendapatkan apa yang sepatunya mereka dapatkan dan Obi harus diberikan hak istimewa untuk mengatur daerahnya sendiri.