HALSEL, CN – Rencana Kunjungan Kerja (KUKER) Menteri ke Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut). Di soroti oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Shantari Foundations (SF) dan cecar Perusahan Tambang di Pulau Obi, langgar aturan UU NO 40 Tahun 2007 pasalnya tidak penuhi janji dan kewajiban sebagai perseroan. (21/06/2021)
Beberapa hari terakhir ini kita disuguhi dengan pemberitaan diberbagai media massa yang berkaitan dengan agenda kunjungan kerja (KUKER) yang dilakukan oleh pemerintah pusat ke wilayah Maluku Utara. Kunjungan itu dimaksudkan untuk menghadiri peresmian dimulainya operasi produksi fasilitas High Pressure Acid Leach (HPAL) tahap 1 oleh PT. Halmahera Persada Lygend (PTHPL) di pulau obi.
Sebagai upaya merespon agenda tersebut sekretaris LSM Shantari Foundations Falhi Ode Padjali, menilai “ada beberapa masalah fundamental yang mestinya juga ikut memberikan kepastian kepada masyarakat lingkar tambang di pulau obi, sebagai misal tentang pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR) yang belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat sekitar tambang, padahal perusahaan tersebut beroperasi sudah sejak lama” Ungkapnya saat di hubungi via WhatsApp
Menurut Falhi “Sementara kalau kita merujuk pada ketentuan UU NO 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana termaktub dalam BAB V pasal 74 ayat 1 dengan jelas disebutkan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan” Ujar Fahli
Lanjut dia “tidak hanya sampai disitu saja, bahkan pada ayat 3 juga kembali dipertegas bahwa “jika perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. untuk itu maka pemerintah pusat berkewajiban mengingatkan ke pihak perusahaan agar lebih meningkatkan keseriusannya dalam melayanai masyarakat obi” pungkasnya
Sambung Fahli “Masalah berikut yang mestinya tidak luput juga dari perhatian perusahaan adalah soal pemindahan permukiman warga yang hingga saat ini masih menuai kontroversi ditengah-tengah masyarakat”
“Hasil investigasi dilapangan memperlihatkan bahwa ada sebagian warga desa kawasi yang sampai saat ini tidak menghendaki adanya pemindahan disebabkan karna lokasi yang dijadikan sebagai tempat pembangunan perumahan, menurut pengakuan warga setempat adalah area rawan bencana dimana ketika terjadi hujan dengan intensitas tinggi maka sangat berpotensi terjadinya longsor disebabkan karna lokasi tersebut pernah dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah OB (Overburden/lapisan batuan penutup) sehingga dengan demikian mereka memilih untuk tidak mau pindah ke lokasi itu” papar fahli
“Atas nama masyarakat lingkar tambang di pulau obi kami menginginkan agar PT. HPL dan perusahaan yang lainnya tidak hanya sekedar berorientasi kepada eksploitasi sumber daya alam saja namun tidak memikirkan nasib masyarakat lingkar tambang yang ada saat ini, padahal apa yang telah dikeruk selama ini sangat tidak berbanding lurus dengan kondisi yang dialami masyarakat hari ini” tutur fahli. (Red/CN)