HALSEL, CN – Masyarakat Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Mengecam PT. Harita Group, menolak PT. Jikodolong Megah Pertiwi (JMP), PT. Obi Anugerah Mineral (OAM), dan memintah Pemerintah Provinsi segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang di duga ilegal.
Sesuai UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara pada Bab 8 tentang Persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan pada Pasal 64 Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana
kegiatan usaha pertambangan di WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 serta memberikan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka.
Dengan adanya hal ini maka sudah tentu PT. JMP dan PT. OAM di anggap ilegal, sebab penerbitan IUP di wilayah lima Desa tanpa koordinasi dengan masyarakat serta meninformasikan atau pengumuman secara terbuka masuknya perusahan tersebut
Wilayah lima desa merupakan rawan bencana banjir dan tanah longsor, sehingga adanya perusahan ini, secara tidak langsung memberikan dampak yang negatif bagi keberlangsungan hidup masyarakat lima Desa, maka dengan ini secara tegas masyarakat menolak perusahan tersebut.
Berdasarkan Bab 23 Ketentuan Pidana Pasal 159 pada UU No. 4 tahun 2009 Tentang Minerba bahwa Pemegang IUP, IPH, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (I), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (I), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 11 1 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun clan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah
Olehnya itu masyarakat akan menggugat serta mengadili pemegang IUP, yang diduga telah memberikan keterangan atau laporan palsu kepada pemerintah baik pemerintah Pusat maupun Daerah untuk mendapatkan IUP. Dan serta sengaja memonopoli hak Ulayat tanah masyarakat Obi, di karenakan perusahan tersebut memiliki satu nama yang sama pemegang IUP.
Kepada media ini Ketua Asosiasi Desa Lingkar Tambang (ADLT), Abdul Khafi Nusin saat di mintai keterangan di kediamannya. Khafi menyampaikan bahwa, ADLT tetap komitmen untuk mengawal aspirasi masyarakat, terkait penolakan IUP PT. OAM dan PT. JMP serta kalau masyarakat menginginkan gugatan dan mengadili pemegang IUP, kami juga siap mengawal. Sebab karena masyarakat mengacu pada UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
“Kami di ADLT tetap bersama masyarakat dan kawal Aspirasi mereka, dua hari yang lalu saya di datangi keterwakilan masyarakat dari 5 Desa kurang lebih 20 orang, mereka meminta agar kami gugat dan adili pemegang IUP, saya bilang Kami ADLT siap mengawal apapun yang di minta saudara-saudara,” ungkap Ketua ADLT
Khafi meminta kepada Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk segeralah mencabut kedua izin tersebut karena tidak sesuai dengan prosedur dan persyaratan seperti yang di jelaskan dalam UU minerba tahun 2009, kalau perusahan ini tetap beroperasi, maka akan berdampak pada kesehatan dan keselamatan masyarakat Kecamatan Obi, yang pada khususnya di lima Desa.
“Kami juga minta ke Pemerintah, baik itu Pusat atau Daerah supaya dapat mencabut IUP dua perusahan itu, kalau dipaksakan beroperasi maka secara langsung pemerintah ingin membunuh masyarakat di lima Desa, sebab perusahan yang beroperasi secara nyata berdampak negatif, kami lihat sisi kesehatan dan keselamatan Masyarakat” tegas khafi. (20/11/2021)
Hal yang sama juga di katakan Ketua MPAC Pemuda Pancasila Kecamatan Obi Budi saat di temui dalam penjemputan ketua PKK Halsel, dia juga mengatakan bahwa Kami tetap menolak kehadiran PT. OAM dan PT. JMP, Karena kalau di lihat dari peta IUP, jarak batas IUP ke pemukiman itu sekitar kurang lebih satu KM kalau di ukur berdasarkan ukuran peta One Maps jaraknya seperti itu dari lima Desa begitu juga batas IUP yang berada di Ake Buton (Sungai) Desa Buton jarak dari IUP ke sungai tersebut kurang lebih 200 M. Maka dari hal tersebut akan mengancam keberlangsungan hidup orang banyak yang ada di lima Desa, kami heran kenapa yang buat IUP hanya ploting areal lewat citra satelit yang mengakibatkan fatal bagi masyarakat.
“Iya jika kita ukur dari aplikasi OneMaps ESDM dapat kita ketahui jaraknya, Mulai jarak Pemukiman ke IUP itu 1 KM dan jarak dari sungai Ake Buton 200 M, maka di pastikan dampaknya sangat luar biasa seperti Polosi dan Banjir, saya juga kesal kenapa kenapa kok ploting lahannya lewat udara tidak lihat kondisi lapangan” kesal ketua MPAC PP Obi
Budi juga bilang dari Desa Jikotamo jaraknya ke IUP kurang lebih satu KM, Sementara Sumber air dalam hal ini PDAM berada dalam kawasan IUP perusahan dan dari lima Desa tersebut rawan banjir, apa lagi Desa Buton dan Desa Laiwui Ibu Kota Kecamatan sering terjadi banjir akibat dari luapan sungai Ake Buton, serta di tahun 2016 lalu terjadi banjir dan menghantam dua Desa, sehingga mengakibatkan jembatan penghubung Desa Buton dan Desa Jikotamo ambruk, belum juga IUP masuk berada dalam kawasan perkebunan masyarakat lima Desa yang didalamnya ada tanaman Tahunan Cengkih, Pala, Kelapa dan Tanaman bulanan sayuran dan lain-lain sebagaimana, Maka sikap kami sebagai pemuda tetap menolak.
“Wilayah IUP perusahan juga masuk lahan PDAM dan lahan kebun warga seperti tanaman tahunan dan bulanan yang merupakan pertahanan hidup warga dari segi kebutuhan sehari-hari, jika perusahaan bersikeras masuk kami tetap mengecam perusahan” tegas Budi
Hal ini juga di benarkan Ketua Ikatan Kerukunan Keluarga Obi (IKKO) Bahar menyampaikan bahwa kami menolak keras dan mengecam kehadiran PT. JMP & PT. OAM untuk beroperasi di area lima desa di Kecamatan Obi, karena sangat berpotensi besar melahirkan dampak negatif (bencana) bagi lingkungan serta kelangsungan hidup msyarakat.
“Kami menolak dan kecam keras dua perusahan itu untuk beroperasi di area lima desa” tegas bahar
Bahar juga bilang memang benar bahwa berdasarkan OneMaps ESDM, jarak cakupan IUP degan Ake Buton berkisar kurang lbih 200 m akn tetapi jarak tersebut pada Daerah Aliran Sungai (DAS) induk sementara DAS anakan pada bagian barat umumnya masuk pada area cakupan IUP shingga hal tesebut dapat mencemari DAS yang merupakan sumber kehidupan masyarakat.
“Kami sudah telusuri lewat Aplikasi ESDM, jelas sekali jarak IPU ke Kali Ake Kuton itu kurang lebih 200 M, hal ini akan mengganggu aliran sungai yang merupakan sumber kehidupan masyarakat” pungkas Bahar
Menurut dia, secara geomorfilogi bentang alam pada bagian selatan dari 5 desa tersebut terdiri dari pegunungan, berbentuk huruf U yang membujur dari selatan Desa Jikotamo sampai selatan Dusun Tabuji Desa Baru sehingga hal ini sangat berpotensi menimbulkan Luapan Banjir yang mengancam keselamatan hidup masyarakat, jika IUP tersebut beroperasi. Masi banyak dampak lingkungan dan sosial lainnya yang brpotensi terjdi termasuk kondisi laut yang merupakan salah satu sumber kehidupan masyarakat pesisir.
“secara analisa dan kacamata kami di lapangan didasarkan geomorfilogi dengan bentang alam pegunungan mulai dari Desa Jikotami sampai Dusun Tabuji Desa Baru, maka berpotensi pada luapan banjir, sehingga bisa menenggelamkan pemukiman warga di lima Desa”
Untuk itu, mendesak kepada Pemerintah Pusat dan Provinsi Maluku Utara agar segera mencabut IUP PT. JMP dan PT. OAM Kita semua pasti butuh investasi tetapi jika investasi monopoli yang tidak mempertimbangkan keselamatan lingkungan dan masyarakat maka tetapi kami tolak.
“Kami juga desak Pemda Malut agar cabut IUP PT. JMP dan OAM, kami pun tau semua butuh investasi, apalah arti jika investasi itu monopoli dan tidak mempertimbangkan keselamatan lingkungan serta hidup masyarakat, untuk itu kami tolak” tutup Bahar. (Red/CN)
Komentar