oleh

ANTARA SUMBER DAYA ALAM, KESEJAHTERAAN DAN INFRASTRUKTUR PULAU OBI

Oleh : SUFITNO SANANGKA
Pemerhati Pulau Obi

Pulau Obi yang berada di daerah pemerintahan (goverment) Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara dengan jumlah penduduk sebanyak 46.010 jiwa dari 5 kecamatan dan 34 desa. Secara geografis, luas Pulau Obi sebesar3.048,08 km2 (BPS. Kabupaten Halmahera Selatan : 2018).

Potensi sumber daya alam (natural resources) yang melimpah di pulau Obi diantaranya potensi sumber daya alam mineral, salah satunya adalah nikel (Ni).  Pertambangan nikel (Ni) yang telah dikelolah secara resmi (legal) oleh sejumlah korporasi swasta besar diantaranya Harita Group yang membawahi beberapa perusahaan seperti PT. Trimega Bangun Persada dan lain-lain, Jinchuan Group seperti PT. Wanatiara Persada, dan lain, yang memproduksi nikel (Ni) dengan membangun pabrik industri semelter. Perusahaan tambang nikel (Ni) dengan industri semelting tersebut menghasilkan laba dari sumber daya alam nikel pulau Obi sebesar triliunan rupiah.

Dengan demikian, pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan mendapatkan retribusi pajak dan royalti (non pajak) yang sangat besar untuk menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Halmahera Selatan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Halmahera Selatan dalam angka tahun 2018, tercatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Halmahera Selatan untuk sektor pertambangan dan industri pengolahan atas dasar harga berlaku, sebanyak 374,04 Milyar Rupiah dan 880,83 Milyar Rupiah sektor industri pengolahan.

Potensi sumber daya alam Pulau Obi yang dihasilkan tersebut, berbanding  trebalik dengan pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat pulau Obi. 

Menurut data BPS Tahun 2019, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2018 meningkat menjadi 11,01 ribu jiwa, persentasenya meningkat menjadi 4,8 persen. Data penduduk miskin tersebut tak terkecuali Pulau Obi.

Menurut Uphoff, N. (1999) menguraikan persoalan  terkait Kemiskinan, disparitas (kesenjangan) pembangunan daerah dapat dilihat dari; pertama pendapatan perkapita, kedua kualitas sumber daya masnusia, ketiga ketersediaan sarana dan prasarana seperti energy, transportasi dan komunikasi, dan sebagainya, serta keempat pelayanan social seperti kesehatan, pendidikan, Perumahan, Ketenagakerjaan, dan kelima akses ke perbankkan.

Minimnya infrastruktur pendukung terutama sarana-prasarana jalan dan listrik terutama Kecamatan Obi induk (Desa Laiwui, Desa Baru, Desa Akegula, Desa Buton, Desa Jikotamo, Desa Sambiki, Desa Anggai dan Desa Air Mangga) dan dari  kesemua Desa, kondisi jalannya rusak berat.

Selain itu, kesediaan kapasitas listrik masih kurang memadai, setidaknya ada 8 (delapan) Desa di Kecamatan Obi membutuhkan daya listrik minimum 2500 KW. Namun  faktanya penyediaan daya listrik PT.PLN Rayon Laiwui  Obi hanya bisa mensuplai listrik kurang dari 1500 KW. Hal ini Sehingga terjadi pemadaman listrik, padahal pelayanan listrik cuman dimalam hari.

Besarnya tingkat kebutuhan masyarakat pulau Obi akan penyediaan dan layanan listrik terutama untuk aktivitas rumahan, perdagangan, jasa khusunya jasa perbankkan, pendidikan, dan perkantoran menuntut adanya penyediaan daya listrik yang Optimal.

Pemerintah pusat, melalui PT. PLN mencanangkan program 35.000 megawatt (MW) dari Sumatera hingga Papu, dengan tujuan untuk pemerataan pemenuhan listrik untuk seluruh warga negara Indonesia. Percepatan proyek listrik tersebut, pemerintah melalui Presiden RI mengeluarkan Perpres nomor 14 tahun 2017 Tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Namun, kebijakan tersebut belum tersentuh Masyarakat di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara.
Untuk itu, dipandang perlu perhatian pemerintah terutama PT. PLN selaku perusahaan BUMN untuk pengadaan Mesin Listrik Disel atau PLTD dengan kapasitas daya listrik diatas 2500 KW.

Sementara itu, ketimpangan pembangunan antara daerah (urban primacy) yang cukuptinggi, keterkaitan antara pusat ibukota pemerintahan di Labuha yang kurang sinergis dengan desa-desa di Pulau Obi menimbulkan persoalan sosial yang cukup tinggi.

Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) tahun (2018), tercatat dari 34 desa di Pulau Obi, ada 28 desa tertinggal dan 14 desa diantaranya, merupakan desa prioritas pembangunan.
Selain infrastruktur, faktor penyebab ketertinggalan lainnya ditingkat desa juga dipengaruhi pendapat ekonomi masyarakat, dan tingkat pendidikan yang rendah hal ini diakibatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan yang tidak mendukung.

Olehnya itu, perlunya pengembangan perbaikan infrastruktur jalan dan listrik serta peningkkatan sarana pendidikan dan ekonomi masyarakat prasejahtera.
Dengan demikian, dalam menilik Pulau Obi antara Sumber Daya Alam, Kesejahteraan dan infrastruktur, dipandang perlu untuk hadirnya Daerah Otonomi Baru (DOB) kepulauan Obi sebagaimana amanat Undang-undang nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, agar tata kelolah pemerintahan mampu mengembangkan potensi di wilayahnya sendiri. Sehingga kebutuhan infrastruktur dan kesejahteraan  dapat terpenuhi secara paripurna sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki.

banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250 banner 650250

Komentar