Oleh: Rifki R Kasibit
Saat ini, Dunia mengalami bencana besar yakni, pandemi Coronavirus (Covid-19) yang menyebar sampai ke pelosok Desa Indonesia. Wabah ini dikatakan sebagai pandemi oleh organisasi kesehatan dunia World Health Organizational (WHO) yang terjadi di sebagian besar negara-negara di Dunia.
Untuk Indonesia saat ini, grafik terpapar hingga korban jiwa Covid-19 grafiknya terus meningkat. Sebab dari korban tersebut sehingga wabah ini di tetapakan sebagai bencana nasional.
Dalam rangka penanggulangan penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional, maka perlu di ambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk perlunya dilakukan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, pada pemilihan serentak di 2020 agar dapat berjalan secara demokratis dan berkualitas serta dapat menjaga stabilitas politik dalam negeri seperti dalam Perpu no 2 tahun 2020.
Salah satu momentum besar bangsa ini di tengah menjalar nya covid-19 adalah momen PILKADA Serentak yang di rencanakan terselenggara pada septermber 2020. Untuk maluku utara ikut dalam kontestan tersebut 8 dari 10 kabupaten/kota yang ada di provinsi Malut yang ikut dalam percaturan politik sehingga berbagai iklan kampanye yang berkeliaran di ruang publik hingga pelosok-pelosok daerah rempah-rempah ini menjadi sorotan para pendukung dan pengamat politik baik berskala lokal sampai nasional. Sehingga dari segi itu saja kita sudah bisa menilai bahwa politik dan demokrasi bangsa ini masih berjalan seperti biasa.
Adapun beberapa kabupaten/kota prov Maluku Utara yang ikut dalam pertarungan momen nanti memiliki calon petahana sebagai figur yang memiliki elektabilitas saat ini dengan kekuasaan yang masih ada dan kewenangan yang masih di pegang. Mereka mampu menggerakkan semua sektor pemerintahan baik dalam wilayah kabupaten/kota sampai pada tingkat desa untuk bisa mendapat peluang dan bahkan keuntungan politik pada pertarungan nanti.
Namun beberapa bulan terakhir, seakan- akan wacana politik pilkada kian redup, disebabkan dengan persoalan covid-19 hingga melalui media sosial dan pojok-pojok tempat diskusi, yang menjadi buah bibir para cendekiawan hobi berdiskusi.
Pandemi Covid-19 selain berbahaya dalam kesehatan, juga memiliki bahaya secara sosial, sehingga dari sudut pandang prombel ini pemerintah pusat sampai daerah pun memiliki alternatif untuk menjaga kesenjangan sosial ekonomi masyarakat lewat kebijakan- kebijakan yang langsung bersentuhan dengan kondisi serta kebutuhan masyarakat seperti Bantuan Sosial (Bansos).
Sekitar tiga dari sembilan jenis bantuan bagi masyarakat yang khususnya di Halut, dari berbagi sumber organisasi negara melalui pemerintah telah menyarlurkan disetiap rumah warga yang berhak mendapatkan itu.
Aksi-aksi kemanusiaan seperti itu harus di apresiasi sebagai kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang sedang dalam krisis ekonomi rumah tangga akibat dari dampak wabah Covid-19 saat ini. Namun jika dilihat dari segi politik, sumbangan dari pemerintah kepada masyarakat pra sejahtera di tengah Pandemi Covid-19 ini adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah yang tidak harus di apresiasi (Filantropi Politik).
Tetapi kita tidak harus lupa, di balik bencana Pandemi saat ini, momen pilkada tetap berjalan, walaupun telah ada penundaan dari pemerintah pusat atas kebijakan yang diambil lewat Peraturan Pemerintah (PP)Pengganti Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020, tentang “Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
Di pasal 201A ayat (1) telah dijelaskan bahwa pemungutan suara serentak pada bulan September 2020 tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal karena ada bencana nasional Pandemi Covid-19.
Sehingga Pilkada secara serentak ditunda pada Desember 2020, sesuai dengan yang tertera pada ayat (3). Namun jika kondisi Pandemi pun belum berakhir, maka akan di tunda dan dijadwalkan kembali dilihat dengan masalah pandemi secara nasioanal.
Dari kacamata lain di tengah Pandemi, dalam soal bantuan, ada semacam pemanfaatan bagi para petahana dalam melakukan aksi kampanye tanpa simbol (Marketing Politik), sehingga patut bagi penyelenggara mencurigai gerik- gerik para petahana dalam penyaluran bantuan ke masyarakat yang terdampak Pandemi Covid-19. Sehingga bisa terlihat murni bahwa ini adalah bantuan sosial yang sudah menjadi hak setiap warga untuk menerimanya, bukan seolah-olah sumbangan tersebut adalah bantun dari para petahana (yang ada di beberapa kabupaten/kota) untuk tukar guling nanti pada pilkada serentak.
Sebab jika tidak di awasi, inipun bisa di anggap semacan aksi curi star kampanye bagi pasangan petahana (Baca: Marketing Politik) lewat program-program paten pemerintah dan bisa merugikan pihak lain (Calon Baru) dalam soal percaturan politik pada pilkada nanti.
“Jika tidak di awasi dan ini terjadi, sudah pasti tubuh demokrasi dan roh politik kita tidak akan stabil.”
Dari sini, bisa menjadi tugas kita bersama terutama bagi para penyelenggara (tingkat Kab/kota) di bagian pengawasan, agar tetap menjaga Nilai-nilai demokratis. Sehingga bisa menunjukan bahwa integritas penyelenggara tidak pudar dalam mengawal demokrasi yang sehat di tengah meluapnya wabah Covid-19 di bangsa ini..!
Komentar