TIDORE, CN – Virus Corona atau Covid-19 adalah sebuah wabah yang telah melanda Indonesia saat ini, bahkan di Maluku Utara sendiri sudah terkonfirmasi kurang lebih 41 orang yang positif Covid-19, ini merupakan problem serius yang harus ditangani oleh setiap unit Pemerintahan yang ada di indonesia, baik Pemerintah Pusat maupun sampai pada Pemerintah Desa, dalam penanganan ini Pemerintah Desa juga diwajibkan untuk responsif dalam menangani masalah Covid-19.
Sebagai Dewan Pembina di Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Gita (FPPMG) Risfan Hasan mengatakan, dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, membuat Pemerintah mengambil beberapa kebijakan lewat APBN, semisalnya listrik gratis untuk daya sebesar 450 watt dan diskon 50 persen untuk 900 watt, serta Bantuan Lansung Tunai (BLT) Desa sesuai dengan ketetapan Permendes PDTT No. 6 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.
“Tentu ini akan melahirkan sebuah kebijakan yang tepat sasaran, namun nyatanya di lapangan banyak skali fakta yang membuktikan bahwa BLT yang termaktub dalam Permendes No. 6 Tahun 2020 tidak tersalurkan kepada Masyarakat yang benar benar layak untuk mendapatkan hak tersebut, ini yang menjadi satu kendala” ungkap Ifan kepada media ini, sabtu (2/5/2020).
Dirinya menyebut, Pemerintah di Desa Gitaraja sampai saat ini tidak responsif dalam menangani masalah Covid-19, pembentukan satgas percepatan penanganan Covid-19 juga tanpa melibatkan masyarakat dan organisasi pemuda di Desa. Bahkan, lanjut dia, BPD sendiri pun mengkonfirmasi bahwa pembentukan satuan gugus tugas percepatan penanganan covid-19 itu belum dilakukan sedangkan yang terjadi dilapangan ada konfirmasi dari pemerintah Desa lewat Bendahara Desa bahwa Satuan Tugas percepatan penanganan Covid-19 itu telah dibentuk bahkan posko Covid-19 juga sudah ada didepan kantor Desa Gitaraja.
“Beberapa hari terakhir, ada sebagian masyarakat dan juga gabungan dari teman-teman Mahasiswa yang ingin melakukan pertemuan dengan pemerintah Desa untuk membahas perihal terkait dengan beberapa kebijakan yang seharusnya ditindak lanjuti oleh pemerintah Desa namun Kepala Desa mengkonfirmasi bahwa ia masih dalam keadaan sibuk dan tidak mau untuk di ganggu dan belum bisa untuk melayani saat ini,” imbuhnya.
Menurutnya, Ini menjadi suatu fragmentatif atau pengunduran dalam pengelolaan Pemerintahan Desa, karena asas transparansi, akuntabilitas itu tidak menjadi prinsip dasar dalam pengelolaan Pemerintahan Desa.
Disamping itu, dirinya juga mengakui ada beberapa masalah yang kemudian terjadi di Wilayah Kecamatan Oba, Kota Tidore Kepulauan, bahwa hampir setiap Desa sudah menyediakan tempat cuci tangan, di lengkapi dengan Hand sanitizer dan masker, sedangkan di Desa Gita raja semua itu tidak dilaksanakan oleh pemerintah Desa.
“Ketika Masyarakat mencoba untuk bertemu dengan kepala Desa untuk menanyakan terkait dengan sejauh mana kebijakan Pemerintah Desa terhadap penenganan corona virus ini, ada konfirmasi dari kepala Desa bahwa belum bisa melayani siapa pun, bahkan untuk BLT saja baru dilakukan pendataan pada bulan april 2020, padahal kalau sesuai dengan surat pemberitahuan Menteri Desa untuk wilayah timur yang meliputi Maluku, Maluku Utara Papua, dan Papua Barat, itu tahapan pendataan pada 15 sampai 16 april, dan sampai pada 20 april itu semua masyarakat sudah mendapatkan Hak yang sesuai dengan ketentuan Permendes No. 6 Tahun 2020, yakni BLT itu sendiri,” akunya.
Lanjut dia, Masyarakat juga harus difasilitasi tempat cuci tangan yang dilengkapi Hand sanitizer dan masker sejak dini, agar masyarakat mampu mengantisipasi ketika kedatangan warga diluar Desa Gita Raja.
“Kami dari Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Gita meminta kepada Kades agar memperjelas kinerja Satgas covid-19 Desa Gitaraja. Mempertanyakan kinerja Satgas Desa Gitaraja. Berikan masker kepada Masyarakat untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Skaligus kami mempertanyakan dimana angaran BLT per bulan april untuk masyarakat Desa Gitaraja,” pintanya. (Ridal CN)