HALSEL, CN – Kinerja serta Penanganan Kasus Polres Halmahera Selatan (Halsel) mendapat banyak sorotan. Salah satunya, Harmain Rusli sebagai Ketua Gerakan Pemuda Marhaenis Halsel.
Sebagimana ada banyak kasus yang diduga tertumpuk di Meja Reskrim Polres Halsel sampai detik ini, belum juga terselesaikan.
Harmain bilang, bukan tanpa alasan. Tapi sebagai salah satu tindakan pengerusakan Pagar kantor Bawaslu Halsel yang terjadi beberapa bulan lalu sampai saat ini tidak jelas arah prosesnya.
“Padahal kita ketahui bersama bahwa dalam isyarat ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 406 KUHP poin 1 dan poin 2 telah dijelaskan rinciannya bahwa barang siapa dengan sengaja dan melawan Hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat di pakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain di ancam dengan ancaman pidana 2 Tahun 8 bulan dan seterusnya,” jelasnya, Kamis (11/2/2021).
Lanjut Harmain, dalam point 2 juga di tegaskan di jatuhkan Pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja melawan Hukum, membunuh, merusakkan, membikin tak dapat di gunakan atau menghilangkan dan seterusnya.
“Dengan tegas di jabarkan dalam pasal tersebut. Perlu diketahui bahwa kasus tersebut sudah sampai pada Tahap P 19,” katanya.
Tidak hanya di situ, Ketua Marhaenis Halsel itu menilai, Kapolres Halsel lemah dalam menangani kasus serta menegakkan supremasi Hukum di zajirah yang dicintai ini.
“Bahwa adapun beberapa hari kemarin kita di hebohkan dengan tindak premanisme alias Penganiayaan yang dilakukan oleh oknum anggota Polres Halmahera Selatan terhadap beberapa warga asal Desa Marabose Kecamatan Bacan Kabupaten Halmahera Selatan,” jelasnya.
Padahal, menurutnya, Kepolisian merupakan Pengayom masyarakat. Namun kini dikotori melalui tindakan tidak terpuji yang berada di dalam lingkup Polres Halsel.
“Semua itu sudah dijelaskan dalam Pasal 351 KUHP Pasal 1 dan pasal 2 tentang Penganiayaan,” cetusnya.
Selanjutnya, kaitannya dengan tindakan premanisme alias Penganiayaan yang dilakukan pihak Kepolisian, Aktivis Halsel itu mengungkapkan, ditegaskan pula dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 19 serta Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan standar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia.
“Itu semua sangat jelas bicara soal “Code of conduct”. Pasal 11, poin D, G dan J juga bicara soal Penghukuman alias “Control punishment”. Bagi seorang penegak Hukum. Hal ini juga sejalan dengan Kode Etik Kepolisian yang tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 10 Poin A, B dan C.,” sebut Harmain.
Sementara dalam penjelasannya, jelas soal kewajiban polisi harus menjadi pengayom, pelindung masyarakat dan tidak boleh melakukan tindakan kekerasan atau sebutan lainnya.
Oleh karena itu, atas dasar rentetan problem yang terjadi di jazirah Bumi Saruma saat ini. Gerakan Pemuda Marhaenis Halsel menegaskan tidak akan tinggal diam dan mengusut hingga tuntas problem tersebut.
“Kami akan melakukan aksi besar-besaran di depan Kantor Polres Halmahera Selatan, Kantor Polda Maluku Utara hingga Polri dengan tuntutan:
- Mencopot Kapolres Halsel. Sebab, di nilai lambat terkesan tidak serius menangani kasus yang berujung pada proses Hukum.
- Memberhentikan Anggota Polres Halsel yang melakukan tindakan Premanisme terhadap warga masyarakat Desa Marabose.
- Jika Tuntutan kami tidak di indahkan, maka kami akan mengkonsolidasi massa yang banyak untuk memboikot Aktivitas Polres Halmahera Selatan,” (Red/CN)