TERNATE, CN – Tidak sepakat dengan Keputusan Kementerian Agama No. 515 Tentang Pengurangan Uang Kuliah Tunggal, Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Menggelar aksi online, rabu (17/6/2020) siang tadi.
Aksi tersebut dilakukan dengan menyebarkan propaganda dan poster-poster tuntutan lewat Facebook, Watsaap, Instagram, Twitter, dan media sosial lainnya.
Dengan mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa IAIN Ternate Bersatu, Mahasiswa menuntut; Kemenag dan Kemendikbud wajib alokasikan dana pendidikan untuk bebaskan biaya UKT/SPP Mahasiswa/Pelajar. Menolak Keputusan Menteri Agama No. 515 tentang keringanan biaya UKT. Mendesak Menteri Agama agar segera keluarkan keputusan untuk membebaskan biaya UKT selama pandemi. Berikan subsidi kuota kepada mahasiswa/pelajar selama pembelajaran daring.
Tidak hanya itu, Mahasiswa juga menuntut; Rektor IAIN Ternate wajib memberi subsidi kuota kepada Mahasiswa selama pemberlakuan pembelajaran daring. Rektor IAIN Ternate wajib gratiskan biaya UKT selama pandemi. Rektor IAIN Ternate turut wajib Menolak Keputusan Menteri Agama No. 515 tentang keringanan biaya UKT dan mendesak Menteri Agama segera mengeluarkan keputusan untuk membebaskan biaya UKT selama pandemi. dan yang terahir Lawan kapitalisasi pendidikan.
Saat dikofirmasi oleh awak media cerminnusantara.co.id, koordinator lapangan, Rizkiyawan Hasan menyebut, Pandemi covid-19 yang telah menyerang beberapa negara di belahan bumi ini telah mengakibatkan macetnya aktivitas perekonomian. Salah satu yang mengalami dampak serius dari covid-19 adalah negara indonesia. Kebijakan lokdown, sosial distancing dan PSBB yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memutus penyebaran covid-19, ternyata tidak berjalan lurus dengan kondisi ekonomi yang di hadapi masyarakat.
“Kebijakan yang diterapkan tanpa terlebih dahulu mengkaji kondisi ekonomi yang dihadapi masayarakat, mengakibatkan semakin banyaknya masyarakat yang diterpa badai kemiskinan. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya kebijakan dari Kemendikbud dan Kemenag untuk membebaskan biaya pendidiikan (menggratiskan UKT/SPP),” katanya.
Tentu, kata dia, hal itu sangat memberatkan Mahasiswa dan Pelajar ditengah kondisi pandemi yang belum usai ini. Bukan hanya soal UKT/SPP, Mahasiswa juga merasa bahwa sistem perkuliahan yang menggunakan pembelajaran daring (online) turut memperah situasi ekonomi mahasiswa, karena ditengah ketimpangan pembangunan infrastruktur jaringan internet yang tidak merata di semua wilayah, kemendikbud malah mengelurkan kebijakan pembelajaran daring tanpa sedikitpun risau dengan kondisi mahasiswa yang sebagiannya tidak dapat mengikuti pembelajaran karna tidak memiliki akses jaringan internet.
“Tidak hanya itu justru pembelajaran daring sangat membebankan mahasiswa karna harus membeli kuota internet. Alih-alih membebaskan biaya SPP/UKT, Menteri Agama, Fachrul Razi, justru mengeluarkan keputusan Kemenag No. 515 Tentang Pengurangan Biaya UKT yang menurut kami dari mahasiswa PTKIN sangat jauh dari harapan, karana selama proses pembelajarn daring dilakukan, tidak ada fasilitas kampus yang dipakai oleh mahasiswa sebagaimna beban UKT yang dibebankan kepada mahasiswa yang didalamnya terhitung dengan fasilitas yang digunakan mahasiswa,” ujarnya.
Dirinya menambahlan, Kondisi ini diperparah dengan ketidakpastian kondisi ekonomi yang dihadapi masyarakat. PHK sepihak, murahnya komoditas lokal (pala, cengkeh,kopra), ongkos kebutuhan hidup yang mahal, akan berakibat fatal bagi mahasiswa yang ongkos kuliahnya harus patah karna bapak/ibunya tidak mampu membiayai uang sekolahnya.
“Kondisi ini akan memperparah status pendidikan yang sangat kapitalistik ini untuk melakukan penghisapan dan penjarahan terhadap hak-hak dasar manusia (hak untuk mendapatkan pendidikan). Indonesia sendiri menurut data yang dirilis oleh yayasan tunas Cilik (STC) per 2019 jumlah anak yang tidak bersekolah mencapai 4.586.332.00 Rp (4,5 juta anak),” imbuhnya.
Lebih jauh dirinya menyebut, Ada berbagai alasan yang mendasari kondisi putus sekolah yang di alami oleh anak, salah satu yang paling besar penyebabnya adalah kemiskinan (Tempo, 2019). Hal ini akan dipersulit dengan ongkos biaya pendidikan yang semakin hari semakin mahal. Indonesia adalah urutan 15 sebagai negara yang ongkos pendidikannya sangat mahal (Detikfinance). Khusus untuk biaya pendidikan tinggi naik mencapai rentang 15 – 20 persen per tahun, sehingga dari angka 100 persen lulusan SMA, SMK, MA hanya sekitar 25 persen yang mampu melanjutkan study ke perguruan tinggi (Tribun Bali, 2018).
“Padahal telah jelas UUD 1945 pasal ’31’ telah mengamanatkan untuk semua warga negara indonesia berhak mendaptkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya (pasal 1 dan 2). Sebagai bangsa yang luhur dengan nilai pancasila seharusnya ini menjadi pertimbangan kepada semua pemangku kepentingan bangsa khusunya Kemendikbud Dan Kemenag agar membuka mata dan hati untuk melihat kondisi yang dialami masyarakat,” tuturnya.
Dirinya menegaskan, Kalau aksi ini tidak mendapat respon sama sekali, maka pihaknya akan menindaklanjuti sampai ketingkatan aksi yang lebih besar dan lebih masif.
“Sebagai koordinator lapangan dalam aksi ini saya meminta kepada pihak lembaga institut agama islam negeri Ternate, terutama rektor, untuk menolak surat keputusan menteri agama dan menggratiskan biaya uang kuliah tunggal selama masa pandemi covid-19,” pintanya. (Ridal CN)