Kasus Pencabulan di Ponpes Al-Kahfi Dipertanyakan, Pelaku Belum Ditangkap

HALSEL, CN – Kuasa Hukum korban kasus dugaan tindak pidana pencabulan yang dilakukan oknum pimpinan Pondok Pesantren di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), mempertanyakan keseriusan Polres Halsel dalam penanganan kasus tersebut.

Kepada Wartawan cerminnusantara.co.id, Kamis (21/9/2023), Advokat Ikmal Umsohi  menyebut, Polres Halsel diduga berbelit-belit dan tidak serius dalam menangani kasus pencabulan yang dilakukan oknum pimpinan Ponpes Al-Kahfi, berinisial AU (60) terhadap beberapa peserta didiknya (Santriwati) hingga depresi dan mengakibatkan terganggunya aktivitas pendidikan para korban.

“Kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh pelaku AU (60) pada Tanggal 23 Maret 2023 pukul 10.00 WIT  hingga saat ini, belum dilakukan penangkapan dan pelaku dibiarkan begitu saja sampai hari ini,” kesal Kuasa Hukum Korban.

Menurutnya, penanganan kasus di Polres Halsel semenjak dilaporkan pada Senin 8 Mei 2023 dengan tanda terima surat nomor : STPLP/54/V/2023/SPKT. Sampai hari ini, tahapan penyelidikannya terhenti dan belum dilanjutkan.

Lambatnya proses penanganan yang dilakukan dalam penyelidikan, kata Ikmal, patut dipertanyakan. Dimana, pada 19 Bulan Juni Tahun 2023, pihaknya yang selaku Kuasa Hukum korban menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dan Pada 10 Mei 2023, hingga saat ini  penyelidikan terhenti tanpa ada kejelasan dari pihak Polres Halsel.

“Dan lambatnya penanganan kasus pencabulan di Pondok Pesantren Al- Kahfi ini bisa menyebabkan pelaku Pencabulan melarikan diri,” tuturnya.

Ikbal bilang, terhentinya proses penanganan penyidikan di Polres Halsel akan berdampak pada tidak terpenuhinya hak hukum korban pencabulan akibat dibiarkan berlarut-larut begitu saja oleh pihak kepolisian.

“Dengan terhentinya penyidikan oleh Polres Halsel ini, kami Kuasa hukum akan menempuh jalur Hukum lain jika pihak penegak hukum tidak serius melindungi hak-hak perempuan dan anak. Apalagi korban masih berusia dini serta terganggu psikis dan pendidikannya akibat perbuatan pelaku,” tegas Ikmal Umsohi.

Kuasa Hukum korban dalam penuturannya menambahkan, sebelumnya, Polres Halsel sudah melaksanakan Rekonstruksi di Pondok Pesantren, namun proses tahapan Rekonstruksi itu ditunda dengan alasan bahwa Kuasa Hukum Pelaku meminta.

“Permintaan Penundaan Rekonstruksi oleh Kuasa Hukum pelaku itu, katanya dikarenakan banyak orang, sehingga ditakutkan ada LSM dan Wartawan yang bisa mengganggu jalannya proses Rekonstruksi,” ungkapnya.

Olehnya itu, kata dia lagi, penundaan ditangguhkan pada sore hari. Sehingga pihaknya menunggu hingga sore hari. Namun pada kenyataannya, sampai dengan saat ini, Rekonstruksi tersebut tertunda tanpa alasan yang jelas. Sehingga penundaan yang dilakukan pihak Polres Halsel ini patut dipertanyakan.

“Polres Halsel bertanggung jawab atas apa yang akan selanjutnya terjadi apa bila pelaku tidak segera ditangkap dan jika pihak Polres Halsel tidak serius dalam menangani kasus pencabulan ini, bisa berakibat pada lemahnya penegakan hukum dilingkup Polres Halsel,” tegasnya.

Terpisah, Kapolres Halsel AKBP. Aditya Kurniawan., S.H., S.I.K., saat dikonfirmasi menuturkan, kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oknum Pimpinan Ponpes itu masih dalam penyelidikan.

“Untuk kasus pencabulan, kita harus benar-benar cermat dalam mengungkap kasusnya, karena saksi sangat minim,” tutur Kapolres Halsel.

Untuk rekonstruksi, kata Kapolres, pihaknya belum melakukan rekonstruksi. Hal itu dikarenakan rekonstruksi masuk dalam ranah penyidikan.

“Dan yang kami lakukan adalah pra rekonstruksi, hanya untuk memastikan TKP dan posisi para saksi-saksi pada saat kejadian dan kami berupaya melakukan penyelidikan secara cermat,” tutupnya. (Shain CN)

Korban Penganiayaan di Desa Silang Harap Polres Halsel Proses Hukum Pelaku 

HALSEL, CN – Sekelompok warga Desa Silang, Kecamatan Bacan Timur Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Halsel lantaran melakukan tindakan penganiayaan terhadap sejumlah warga Desa Liaro.

Pelaku penganiayaan itu yakni SA dan kawan-kawan (pelaku). Mereka terpaksa harus berurusan dengan pihak Kepolisian, setelah dilaporkan korban Penganiayaan Supardi Iskandar Berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STPL/133/IX/2023/SPKT atas tindakan penganiayaan terhadap dirinya dan beberapa korban lain.

Kepada Wartawan cerminnusantara.co.id, Rabu (20/9/2023), Masut Hi. Mansur menjelaskan bahwa kejadian penganiayaan tersebut terjadi di Desa Silang Selasa (19/9/2023) pukul 21:30 WIT.

“Insiden ini terjadi di Desa Silang saat kami dari Labuha hendak balik ke Desa Liaro sekitar Jam 9 malam, tepat diujung Kampung dekat Kantor Desa. Kami  sudah ditunggu para pelaku dan disitulah terjadi tindakan penganiayaan terhadap kami,” jelas
Masut Hi. Mansur.

Tindakan penganiayaan ini dibenarkan Kanit Binmas Polsek Bacan Timur Bripka Tri Astuti.

Kata Tri Astuti, pihaknya telah terkonfirmasi dengan Bhabinkamtibmas di Desa Silang. Hanya saja, pihak korban belum mendatangi Polsek Bacan Timur guna melakukan pengaduan.

“Tadi malam pak Bhabinkamtibmas sudah beri tahu. Hanya korban belum ke Polsek dan tadi malam pak Bhabinkamtibmas juga sudah saya perintahkan menuju ke Desa Silang untuk antisipasi,” aku Kanit Binmas Polsek Bacan Timur melalui Pesan WhatsApp.

Keluarga Korban yang tak terima dengan perlakukan itu, meminta agar pelaku dapat diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Kami meminta pihak berwajib dalam hal ini Polres Halsel agar perbuatan pelaku itu bisa diproses hukum sebagaimana mestinya,” harap Masut Hi Mansur mengakhiri. (Sain CN)