Terkait Polemik RUU HIP, Prof. Dr. Moestopo: Pancasila Sudah Final dan Harga Mati

JAKARTA, CN – Polemik RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) di kalangan masyarakat, Pengamat Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo angkat bicara.

Saat ditemui Wartawan Media di Jakarta, pria yang memiliki nama lengkap Prof. Dr. H. Paiman Raharjo, M. Si, menjelaskan bahwa DPR dan Pemerintah harus jeli dan teliti dalam membuat RUU sebelum diundangkan.

“Jangan setiap usulan RUU menjadi polemik di kalangan masyarakat yang menimbulkan kegaduhan dan gangguan keamanan,” ujarnya, Senin (29/6/2020).

Di singgung terkait RUU HIP yang menjadi polemik belakangan ini, Paiman menegaskan bahwa Pancasila itu sudah final, yang sebelumnya dalam sejarah proses perumusan Pancasila menjadi perdebatan dan pembahasan yang cukup panjang. Dalam proses perumusan Pancasila tersebut, Mr. Muhamad Yamin pada 29 Mei 1945 merumuskan Pancasila sebagai lima asas dasar negara yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Kebangsaan Persatuan Indonesia,3) Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,5) Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Sedangkan Ir. Sukarno pada 1 Juni 1945 , merumuskan Pancasila sebagai lima asas dasar negara yang berisikan : 1) Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia,2) Internasionalisme/Perikemanusiaan, 3) Mufakat/Demokrasi,4) Kesejahteraan sosial,5) Keutuhan yang berkebudayaan. Kemudian dalam Piagam Jakarta,22 Juni 1945 , Pancasila dirumuskan sebagai lima adas dasar negara yaitu : 1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) Persatuan indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam oermusyawaratan perwakilan, 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia,” terangnya.

“Selanjutnya dari pandangan para tokoh tersebut di bahas dalam panitia sembilan dan diputuskan rumusan pancasila menjadi lima asas dasar negara seperti yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai sekarang ini.

“Jadi rumusan Pancasila sudah selesai rumusannya dan final sejak tanggal 18 Agustus ditetapkan sebagai ideologi bangsa dan dasar negara. Jadi istilah trisila dan ekasila itu merupakan istilah yang dulu dikemukakan Sukarno di depan BPUPKI pada 1 Juni 1945. Sukarno saat itu mencirikan Pancasila berupa trisila yang mencakup : sosio-nasinalisme; sosio-demokrasi; dan ketuhanan yang berkebudayaan. Trisila sebagaimana yang dimaksud terkristalisasi dalam ekasila yaitu gotong-royong. Jadi trisila dan eka sila itu merupakan proses sejarah dalam perumusan pancasila, sehingga pancasila yang sah dan resmi adalah yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yang sampai saat ini diamalkan oleh bangsa Indonesia,” jelas Paiman.

Dengan adanya polemik atas usulan RUU HIP saat ini, Paiman menghimbau agar DPR dan Pemerintah secara keseluruhan harus memahami betul, bahwa Pancasila sudah final, tidak perlu lagi diutik-utik. Masih banyak masalah besar di negara ini yang perlu menjadi perhatian dan program prioritas Legislatif, tegas Paiman.

Menutup pembicaraannya, Paiman berpesan agar Kepala BPIP dapat membantu Presiden menjelaskan terkait polemik ini, kasihan Presiden Jokowi yang menjadi sasaran tembak, padahal beliau selalu mengatakan Pancasila sudah final, dan harga mati, siapa saja yang coba-coba mengganggu Pancasila akan di lawan, Dan bagi elit-elit politik agar memahami betul kondisi bangsa ini, jangan hal-hal yang tidak subtansi menjadi pokok bahasan di DPR, khusus bagi elit-elit politik yang mencintai Bung Karno tolong pahami betul pemikiran beliau, jangan salah menafsirkan bisa salah nanti, karena trisila dan ekasila itu adalah sejarah proses perumusan Pancasila, hasilnya iya yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, ujar Paiman menutup pembicaraanya.(Dody CN)