TERNATE, CN – Rancangan Undang-Undang Omnibus Law di anggap menuai kontrofersi, terutama kalangan Organisasi Kepemudaan (OKP) yang ada di wilayah Provinsi Maluku Utara (Malut). Hal itu mengundang perhatian kalangan aktivis salah satunya Firman T Jafar selaku Ketua Komisariat (Komsat) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesi (PMII) turut angkat bicara.
Pasalnya, jika RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) ini di sahkan maka akan berdampak pada penindasan serta mengancam para pekerja kelas bawa.
“Memang RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki nilai positif, sebab dapat mengurangi pengangguran. akan tetapi di sisih lain justru akan terjadi penindasan dan dapat mengancam kehidupan tenaga pekerja,” Tutur Firman kepada cerminnusantara.co.id Rabu, (27/2/2020).
Dia menyatakan, Draf RUU Omnibus Law terdapat 15 bab dan 174 pasal, Dari sekian pasal hampir 75% di nilainya terdapat kontrofersi terutama pada sektor pertanian, lingkungan hidup, pendidikan dan pertambangan. di karenakan Maluku Utara dari beberapa sektor tersebut belum efektif dan efisien.
“Harusnya pemerintah pusat lebih jelih agar dapat mengutamakan nasib pekerja masyarakat kelas bawah, tidak hanya memikirkan keuntungan Negara apalagi Maluku Utara merupakan Daerah Otonomi Khusus (Otsus),” Tegasnya (Red)