JAKARTA, CN – Kabaharkam Polri, Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH, MH, selaku Kaopspus Aman Nusa II-Penanganan COVID-19, mewakili Kapolri mengikuti rapat koordinasi virtual pimpinan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Tingkat Nasional dari Ruang Rapat Baharkam Polri, Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Rapat yang dipimpin Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo, ini beragendakan: kasus pengambilan paksa jenazah pasien COVID-19; isu masyarakat dibayar oleh rumah sakit untuk mengaku pasien COVID-19; penolakan masyarakat atas Rapid Test; dan peningkatan kasus positif di beberapa daerah.
Terkait penindakan hukum kepada masyarakat yang mengambil paksa jenazah pasien COVID-19, Kabaharkam Polri menerangkan, sudah ada empat laporan kepolisian (LP) dan 10 tersangka sudah ditangkap. “Dari para pelaku yang sudah dilakukan pengkapan, ada beberapa tersangka reaktif COVID-19,” ungkap Komjen Pol Agus Andrianto.
Sedangkan untuk kasus ujaran kebencian dan berita bohong, pihak kepolisian telah menangani sebanyak 107 kasus dengan 107 tersangka.
Selain melakukan penegakan hukum, Kabaharkam Polri menjelaskan, Kapolri juga telah memerintahkan jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan pasien yang meninggal dunia apakah positif COVID-19 atau negatif sehingga tidak menimbulkan keraguan di masyarakat.
Adapun untuk pelaksanaan Rapid Test, Polri telah mengeluarkan petunjuk dan arahan kepada jajarannya agar berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memrioritaskan kepada masyarakat yang berinteraksi secara langsung dengan pasien COVID-19 sehingga tidak menimbulkan penolakan.
“Untuk usia rentan diprioritaskan melakukan pemeriksaan Swab Test,” imbuh Komjen Pol Agus Andrianto.
Sementara itu Wakil Kepala BIN, Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana, menjelaskan adanya kasus pengambilan paksa jenazah pasien COVID-19 di Bekasi, Makassar, dan Surabaya salah satunya dikarenakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Selain itu, masyarakat ada yang menolak keluarganya dimakamkan dengan prosedur COVID-19, terutama untuk pasien yang hasil tes swab-nya negatif atau bahkan belum dilakukan tes sama sekali.
“Ada beberapa kalangan masyarakat berpendapat bahwa terkena COVID-19 adalah aib apabila positif,” kata Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana.
Hal itu kemudian diperparah dengan adanya isu beberapa rumah sakit mengambil keuntungan yang tidak wajar dari jenazah yang dimakamkan secara prosedur COVID-19. Isu lainnya adalah rumah sakit membayar orang untuk mengaku pasien COVID-19.
“Adanya isu masyarakat dibayar untuk mengakui pasien COVID-19 merupakan isu yang tidak benar,” tegas Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana.
Sementara itu, terkait adanya penolakan Rapid Test, Waka BIN menjelaskan karena adanya surat edaran yang mengatasnamakan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang berisikan imbauan kepada seluruh MUI dan ulama se-Indonesia agar tidak melakukan Rapid Test karena merupakan modus operasi negara komunis China. “Dan MUI sudah mengklarifikasi bahwa surat edaran itu tidak benar,” ungkap Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana.
“Dari beberapa isu yang beredar di masyarakat tersebut tujuan utama adalah untuk memunculkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga medis,” tambahnya.
Oleh karena itu, BIN menyarankan Gugus Tugas untuk tetap memberikan sosialisai dan edukasi dan mengcounter isu-isu negatif yang beredar serta melakukan proses hukum yang tegas dan terukur terhadap penyebar berita bohong atau hoaks.
Rakor tersebut juga diikuti oleh Menko Polhukam, Menkes, Jaksa Agung, Kasum TNI, para Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, para Koordinator Bidang-Bidang dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, serta Koordinator Sub Bidang Gakkum dan anggota. (Reza CN)